Rabu, 19 Oktober 2016

Manusia Berhati Burung

[04:41, 19/10/2016] +62 815-9016-655: Majelis Iman IslamBelajar Islam, Kajian online, MANIS, Fiqih Islam, Dakwah, Keluarga Islami.www.iman-islam.com
[04:41, 19/10/2016] +62 815-9016-655: ๐Ÿ“† Rabu, 18 Muharram 1438H / 19 Oktober 2016

๐Ÿ“š TAZKIYATUN NAFS

๐Ÿ“ Pemateri: Ustadz Abdullah Haidir Lc.

๐Ÿ“‹  Manusia Berhati Burung

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐ŸŒน

Hadits:

"Akan masuk surga, orang-orang yang hatinya seperti hati burung."  (HR. Muslim)

Di antara penjelasan ulama tentang 'hati burung' yang dimaksud dalam hadits di atas adalah hati yang sangat halus dan lembut serta penuh kasih sayang, jauh dari sifat keras dan zalim.

Hati, adalah keistimewaan yang kita miliki sebagai manusia. Hati pula yang sangat menentukan baik buruknya nilai diri kita, sebagaimana telah dinyatakan dalam sebuah hadits Rasulullah saw.

Di antara perkara yang sangat penting untuk kita pelihara dari hati adalah kelembutan dan kepekaannya terhadap perkara yang terjadi di sekeliling kita.

Di sini kita tidak berbicara tentang kaedah hukum, hak dan kewajiban, dalil dan argumentasi, atau apalah namanya. Kita berbicara tentang perasaan yang secara fitrah dimiliki semua orang. Namun dalam batasan tertentu, dapat bereaksi lebih cepat dan efektif, ketimbang faktor lainnya.

Kelembutan hati dan rasa kasih sayang seorang ibu membuatnya tidak akan dapat tidur nyenyak meski kantuk berat menggelayuti matanya, manakala dia mendengar rengekan bayinya di malam buta, maka dia bangun dan memeriksa kebutuhan sang bayi.

Boleh jadi ketika itu dia tidak berpikir tentang keutamaan atau janji pahala orang tua yang mengasihi anaknya.

Umar bin Khattab yang dikenal berkepribadian tegas, ternyata hatinya begitu lembut ketika melihat seorang nenek memasak batu hanya untuk menenangkan rengekan tangis cucunya yang lapar sementara tidak ada lagi makanan yang dapat dimasaknya, maka tanpa mengindahkan posisinya sebagai kepala Negara, dia mendatangi baitul mal kaum muslimin dan memanggul sendiri bahan makanan yang akan diberikannya kepada sang nenek.

Boleh jadi ketersentuhan hati Umar kala itu mendahului kesadaran akan besarnya tanggungjawab seorang pemimpin di hadapan Allah Ta'ala.

Demikianlah besarnya potensi kelembutan hati menggerakkan seseorang. Kelembutan hati semakin dibutuhkan bagi mereka yang Allah berikan posisi lebih tinggi di dunia ini.

Seperti suami kepada isteri dan anaknya, pemimpin atau pejabat kepada rakyatnya atau orang kaya terhadap orang miskin. Sebab, betapa indahnya jika kelembutan hati berpadu dengan kewenangan dan kemampuan yang dimiliki.

Karena memiliki kewenangan dan kemampuan, suami berhati lembut –misalnya- akan sangat mudah mengekspresikannya kepada isteri dan anaknya, bukan hanya terkait dengan kebutuhan materi, tetapi juga bagaimana agar suasana kejiwaan mereka tenang dan bahagia, tidak tersakiti, apalagi terhinakan. Begitu pula halnya bagi pemimpin, pejabat atau orang kaya.

Akan tetapi, jika kelembutan itu telah sirna berganti dengan hati yang beku, sungguh yang terjadi adalah pemandangan yang sangat miris dan sulit diterima akal.

Bagaimana dapat seorang suami menelantarkan atau menyakiti isteri dan anaknya padahal mereka adalah belahan dan buah hatinya, bagaimana pula ada pemimpin atau pejabat yang berlomba-lomba mereguk kesenangan dan kemewahan dunia di atas penderitaan rakyatnya, padahal mereka dipilih rakyatnya, lalu bagaimana si kaya bisa tega mempertontonkan kekayaannya di hadapan si miskin yang papa tanpa sedikitpun keinginan berbagi, padahal tidak akan ada orang kaya kalau tidak ada orang miskin.
Sungguh mengerikan!

Di zaman ketika materi dan tampilan lahiriah semakin dipuja-puja, sungguh kita semakin banyak membutuhkan manusia berhati burung!

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ

Dipersembahkan oleh:
https://www.manis.id

๐Ÿ“ฒSebarkan! Raih pahala
====================
Ikuti Kami di:
๐Ÿ“ฑ Telegram : https://is.gd/3RJdM0
๐Ÿ–ฅ Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
๐Ÿ“ฎ Twitter : https://twitter.com/grupmanis
๐Ÿ“ธ Instagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
๐Ÿ•น Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
๐Ÿ“ฑ Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c

Minggu, 16 Oktober 2016

MEDIA TIDAK AKAN PERNAH MEMBERITAHUKANMU AKAN HAL-HAL INI! PERCAYALAH...!

[15:00, 16/10/2016] +62 852-7850-1560: FAKTA:
MEDIA TIDAK AKAN PERNAH MEMBERITAHUKANMU AKAN HAL-HAL INI! PERCAYALAH...!

Disadur dan diterjemahkan dari status Rajamony Kunjukunju, berikut ini adalah hal-hal yang tidak akan pernah diberitahukan oleh media-media.

APA ITU..? INI DIA..

๐Ÿซ Media tidak akan pernah memberitahukan kita tentang :
Perusahaan Nestle mengakui bahwa mereka menambahkan sari daging sapi ke dalam coklat Kitkat.

๐Ÿ’† Media tidak akan pernah menginformasikan kepada kita tentang :
Pada kasus Chennai High Court, perusahaan Fair & Lovely mengakui bahwa krim mereka mengandung minyak babi

๐Ÿ‘… Media tidak akan pernah menginformasikan kita tentang :
VICKS dilarang di beberapa negara di Eropa karena telah dinyatakan sebagai racun. Namun, di negara kita, produk ini diiklankan hampir sepanjang hari!

๐Ÿ›€ Media tidak akan pernah menginformasikan kita tentang :
Sabun LIFEBUOY bukanlah sabun mandi, melainkan sabun Cabolic yang digunakan untuk memandikan hewan! Di negara kita digunakan oleh jutaan penduduk!


๐Ÿบ edia tidak pernah menginformasikan kita bahwa :
Coca cola dan Pepsi pada kenyataannya adalah pembersih toilet. Telah terbukti bahwa itu mengandung 21 jenis racun yang berbeda. Dan telah dilarang penjualannya di kantin Parlemen India. Tapi tetap, itu dijual di seluruh negara.

๐Ÿ’ช Media tidak akan pernah memberitahukan kita tentang :
Banyak perusahaan asing yang menjual tonik kesehatan seperti "Boost, Complan, Horlics, Maltova, dan Protin-Ex", telah diuji di semua Institusi di India (yang memiliki laboratorium terbesar di India), ditemukan bahwa semua itu dibuat dari minyak limbah sisa dari ekstrak kacang tanah, yang mana digunakan untuk makanan hewan. Mereka menggunakan limbah tersebut untuk tonik kesehatan!

๐Ÿ’‰Media tidak pernah memberitahukan kita bahwa :
Pada saat Amitabh Bhacan dioperasi di Rumah Sakit selama 10 jam, Dokter harus memotong dan membuang usus besarnya. Dan Dokter mengatakan kepadanya bahwa itu disebabkan oleh minum minuman seperti Coca Cola dan Pepsi. Sejak itulah dia berhenti mengiklankan minuman tersebut.

๐Ÿ• Media SETIA kepada semua Advertisers (Pengiklan)...
Banyak orang menikmati Pizza saat ini.
Catatan :
Untuk membuat Pizza yang enak, dibutuhkan bumbu penambah (Kode : E-631) yang terbuat dari daging Babi.


๐Ÿ‘€๐Ÿ‘€ Perhatian!!
Kode-kode berikut disebutkan pada kemasan makanan maka dari itu Anda harus tahu apa yang Anda tidak sadar mengkonsumsi...

E 322 - Beef
E 422 - Alkohol

baseline;
E 442 - Alkohol & Kimia
E 471 - Beef & Alkohol
E 476 - Alkohol
E 481 - campuran daging sapi dan babi
E 627 - Berbahaya Kimia
E 472 - campuran daging sapi, daging babi &
E 631 - Minyak yang diekstrak dari lemak babi.

Catatan:
Anda akan menemukan kode ini pada sebagian besar produk perusahaan asing seperti:
Kentang, Biskuit, permen karet, Toffees, Kurkure dan Maggi!

๐Ÿ‘€๐Ÿ‘€ Jangan abaikan tingkat perhatian Anda!
Minimal untuk kesejahteraan anak-anak Anda, jika ragu-ragu, carilah melalui sumber-sumber yang Anda percaya atau pun dengan internet. (Google)

Lihat bahan pada Maggi pack, Anda akan menemukan rasa (E-635).

Juga mencari kode di Google berikut:
E100, E110, E120, E140, E141, E153, E210, E213, E214, E216, E234, E252, E270, E280, E325, E326, E327, E334, E335, E336, E337, E422, E430, E431, E432, E433, E434, E435, E436, E440, E470, E471, E472, E473, E474, E475, E476, E477, E478, E481, E482, E483, E491, E492, E493, E494, E495, E542, E570, E572, E631, E635, E904.

Mohon meneruskannya ke keluarga dan teman-teman untuk menigkatkan kewaspadaan!!
Semoga bermanfaat...

Kuatkan ‘Azam,Tegarkan Diri, Surgamu Menanti

๐Ÿ“† Ahad, 15 Muharrom 1438H / 16 Oktober 2016

๐Ÿ“š MOTIVASI

๐Ÿ“ Pemateri: Ustadz Umar Hidayat, M. Ag

๐Ÿ“‹  Kuatkan ‘Azam,Tegarkan Diri, Surgamu Menanti

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ

Bukankah ketegaran itu baru terasa bila kondisi berat menghampiri kita.

Bukankah ‘Azam yang kuat itu baru terasa bila tantangan itu menghadang.

Maka benar kata Sayyid Qutb : “Hakekat iman tidak akan terbukti kesempurnaannya dalam hati seseorang sampai ia menghadapi benturan dengan upaya orang lain yang berlawanan imannya”

Kunci ketegaran adalah dengan mengendalikan nafsu amarah bissuu’. Dan ketegaran baru terasa ketika dalam kondisi berat. Segalanya menjadi indah saat merindukan jalan dakwah.

Veteran-veteran perang Uhud adalah pribadi-pribadi yang tegar di jalan dakwah. Takkan mundur barang sejengkal tuk meninggalkan rasulullah meski mereka kalah, meski mereka mengakui kesalahan yang baru saja dibuatnya.

Meski 70 orang terbaik syahid di jalanNya dan banyaknya sahabat yang terluka. Tetapi tidak mematahkan ketegaran mereka.
Tak sedikitpun mereka mengiba pada musuh.
Tak sedikitpun ada penyesalan untuk kemudian menyarungkan senjata mereka.

Ketika penggilan rasulullah terdengar alunan takbir mengelegar membakar semangat mereka. Mereka pun memperoleh kemenangan.

Merekalah yang telah berhasil mengendalikan nafsu amarah bissuu’ dan menggantikannya dengan totalitas ‘azam.

Berusahalah untuk senantiasa bersamaNya. Tetaplah memelihara hak-hakNya, dikala senang dan lapang. Insyaallah, Allah pasti akan ada bersama kita dikala kita sempit, ketika kita mengalami kesulitan dan  membutuhkan pertolonganNya.

Jika kita termasuk orang-orang yang merindukan jalan dakwah,

Jika kita termasuk orang-orang yang bergabung dalam barisan dakwah,

Jika kita termasuk orang-orang yang bersatu padu dalam kelompok yang menegakkan agamaNya,

Jika kita termasuk orang-orang yang berjuang di jalanNya...

Jika kita termasuk orang-orang yang bertekad bulat masuk dalam kelompok mereka yang mendambakan kehidupan yang tentram dan damai di bawah naunganNya...

Maka yakinlah tak sedikitpun Allah berniat mendhalimi makhlukNya. Apalagi bila kita merindukan jalan dakwah ini.

Yakinlah janji Allah pasti benar

Wallahu A'lam

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ

Dipersembahkan oleh:
https://www.manis.id

๐Ÿ“ฒSebarkan! Raih pahala
====================
Ikuti Kami di:
๐Ÿ“ฑ Telegram : https://is.gd/3RJdM0
๐Ÿ–ฅ Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
๐Ÿ“ฎ Twitter : https://twitter.com/grupmanis
๐Ÿ“ธ Instagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
๐Ÿ•น Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
๐Ÿ“ฑ Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c

Sabtu, 15 Oktober 2016

Paco-Paco kecek urang Minang eee



Add caption

             Ya sambil bongkar facebook.. lihat pesan pesan yang udh berdebu di messenger nya.. ehhhh ketemu sama yang mungkin berbeda dari pesan pesan yang udah lama,ya mungkin selain chatingan yang gaya gaya alay yang dimana kata "iya" jadi "eaaa" memang pada masa dlu emg lagi trend trend nya sama yang tulisan sejenis itu..
buat selamat siang buat pacar "celamat ciank chayang q.." hahaah mungkin kalau sekarang klau didengar agak lucu dan itu dmana kata kata tersebut dipakai pada waktu zaman emas nya..
mungkin klau saya pikir masih ada juga manusia yang masih makai bahasa ini yaa
yang mungkin dapat kita pikir dan kita kupas lebih dalam lagi..


opini saya fakta orang yang masih memakai kata alay tersebut ada 2;

                 Yang pertama boleh kita bilang kalau teori evolusi mengatakan bahwa manusia berasal dari kera dan ber evolusi menjadi yang namanya manusia, okeee?baiklah mari kita merujuk kepada alayers tdi kenapa manusia itu masih alay? ya sesuai yang telah analogi kan orang yang alay dengan tulisan seperti itu mungki dia belum mngalami masa masa evolusi tulisan dalam hidup nya dan dia masih di fase alay yang mungkin sama dengan fase kera tadi.. MUNGKIN ya??


                Yang kedua boleh kita bilang dia tidak termasuk kepada golongan yang pada fase kera tadi memang dia sudah menjalan kan fase alayyers tadi ,akan tetapi orang yang ke2 ini adalah orang yang memiliki suatu daya juang dan daya alayerisme kalo kita analogikan lagi ya seperti jiwa nasionalisme yang dimana Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional''kutip dari google dan kita kaji seperti inilah orang yang golongan ke2 Alalyerisme adalah suatu gaya atau sejenis itu yang menciptakan dan memperthankan sebuah paham untuk sekelompok manusia yang tidak mempunyai cita cita apapun dalam berkehidupan duniawi."versi saya ya hehee...

dan yang ini lah yg mungkin selalu kita temukan di fb beranda status ,coment,chatingan


Ya itulah tadi tentang alay ya,dan saya juga pernah melewati fase alay dan sya juga pernah alay,,,memang kita tidak bisa untuk marah dan apapun indonesia adalah negara yang sangat menghargai hak seseorang "Hak-hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, (Pasal 28F UUD 1945)" 
Dan siapa juga yang gak pernah alay???

okee balik sama pesan yang dikirim oleh seorang teman Iqbal Rahmat gani yang mungkin sebuah puisi..
mungkin bisa saya ingat2 klau tidak salah saat bincang tentang puisi saya meminta utk di buatin cerpen ya 1 bulan kemudian baru muncul hhaah jujur pada masa itu saya mungkin tidak melihat atau tidak peduli dengan apayang di puisi tdi tapi pada saat sudah berseling waktu baru saat ini saya baca barulah sadar kalau ya puisi dalam juga ya makna nya sedalam sumur diladang boleh kita menompang mandi,,hehehhee
ya asik teman dengan iqbal ya diwaktu itu zaman smp kami mungkin sama2 suka lagu lagu lama gitu kayak lagu yang gue nyanyiin si iqbal tau juga lagunya seperti lagu oemar bakri (iwan fals) ya salah satu lagu yang ku sering lagukan bersama iqbal di kelas.. 
ya terima kasih buat iqbal rahmat gani sukse selalu..
hhahah makasih buat puisi nya 29/11/2012

                                                                                            





                                                                                              Salam Farid Al Rasyid




Minggu, 11 September 2016

Tata kelola pemerintahan indonesia di era reformasi

TATA KELOLA PEMERINTAHAN INDONESIA DI ERA REFORMASI KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puja dan puji kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbiyang telah memberikan kekuatan kepada saya untuk dapat menyelesaikan halaman demi halaman makalah ini.Shalawat dan salam tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai sang motivator dan inspirator terhebat sepanjang zaman. Saya sangat sadar bahwa setiap pencapaian adalah buah dari kerja dan sokongan banyak pihak yang begitu luar biasa, oleh karenanya tanpamempermasalahkan hierarkinya, maka Kami ingin sekali menyampaikan ucapanterima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang memiliki andil terhadap pembuatan makalah ini baik bantuan moriil maupun materiil. Semoga makalah yang saya beri judul “TATA LAKSANA PEMERINTAHAN INDONESIA DI ERA REFORMASI” ini dapat menjadi suatu kontribusi positif dan konstruktif bagi para pembaca, serta diharapkan dapat menambah cakrawala berfikir kita dan tentunya dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya. PADANG,11 September 2016 Farid Al Rasyid (16042008) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulis ingin katakan ketika berbicara tata kelola pemerintahan era reformasi di Indonesia tentunya kita harus paham lebih dahulu apa itu tata kelola pemerinthan dan bagaimana era reformasi dan sistem pemerintahannya,dan dalam mkalah ini penulis berusaha untuk menjelaskan lebih rinci dan semoga bermanfaat. Dan tentunya bagaimana pemerintah Indonesia memiliki beberapa pengertian yang berbeda. Pada pengertian lebih luas, dapat merujuk secara kolektif pada tiga cabang kekuasaan pemerintah yakni cabang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Selain itu juga diartikan sebagai Eksekutif dan Legislatif secara bersama-sama, karena kedua cabang kekuasaan inilah yang bertanggung jawab atas tata kelola bangsa dan pembuatan undang-undang. Sedangkan pada pengertian lebih sempit, digunakan hanya merujuk pada cabang eksekutif berupa Kabinet Pemerintahan karena ini adalah bagian dari pemerintah yang bertanggung jawab atas tata kelola pemerintahan sehari-hari. Dengan memahami bagaimana tata kelolaan pemrintah Indonesia kita akan mengathui baigaimana sistem pemerintahan Indonesia pada era reformasi.Dan mengetahiui rekam jejak dan dapat perbandingan tata kelola pemerintah pada awal kemerdekaan hingga saat ini.dan bagaimana solusi dengan adanya reformasi birokrasi dengan tata kelola pemerinthan Indonesia pada era reformasi ini 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana sistem pemerintahan dan ketatlaksana pemerintah indonesia? 2. Penerapan sistem ketatalaksanaan pemerintahan Indonesia? 3. Bagaimana lahirnya era reformasi di indonesia ? 4. Reformasi Birokrasi di indonesia ? 5. Bagaimana Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia Orde Baru dan Era Reformasi? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah mengetahui: 1. Makna ketatalaksanaan pemerintahan. 2. Sistem ketatalaksanaan pemerintahan indonesia pada era reformasi 3. Lahirnya era reformasi di indonesia dan reformasi borokrasi 4. Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia Orde Baru dan Era Reformasi BAB II RUMUSAN MASALAH 2.1 Sistem Pemerintahan Dan Ketatlaksana Pemerintah Indonesia Pemerintah Indonesia memiliki beberapa pengertian yang berbeda. Pada pengertian lebih luas, dapat merujuk secara kolektif pada tiga cabang kekuasaan pemerintah yakni cabang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Selain itu juga diartikan sebagai Eksekutif dan Legislatif secara bersama-sama, karena kedua cabang kekuasaan inilah yang bertanggung jawab atas tata kelola bangsa dan pembuatan undang-undang. Sedangkan pada pengertian lebih sempit, digunakan hanya merujuk pada cabang eksekutif berupa Kabinet Pemerintahan karena ini adalah bagian dari pemerintah yang bertanggung jawab atas tata kelola pemerintahan sehari-hari. Sejak sebelum kemerdekaan, sebagian besar para pemimpin bangsa Indonesia mengidealkan sistem pemerintahan presidential. Hal itu tercermin dalam perumusan UUD 1945 yang menentukan bahwa kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang dasar dipegang oleh seorangPresiden dengan dibantu oleh satu orang Wakil Presidenselama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan (Pasal 4 ayat 1 dan 2 jo Pasal 7 UUD 1945). Tidak seperti dalam sistem pemerintahan parlementer, Presiden ditegaskan dalam Pasal 7C UUD 1945, tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Bahkan ditegaskan pula bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban konstitusionalnya, Presiden dibantu oleh para menteri yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan bertanggungjawab hanya kepada Presiden (Pasal 17 ayat 1 dan 2 UUD 1945). Dalam sistem pemerintahan yang diidealkan, tidak dikenal adanya ide mengenai jabatan Perdana Menteri atau pun Menteri Utamadalam pemerintahan Indonesia merdeka berdasarkan undang-undang dasar yang dirancang oleh BPUPKI (Badan Usaha Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia) dan kemudian disahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945. Namun demikian, dalam praktik sesudah kemerdekaan, pada tanggal 14 November 1945, yaitu hanya dalam waktu 3 bulan kurang dari 4 hari sejak pengesahan naskah UUD 1945 atau hanya dalam waktu 3 bulan kurang dari 5 hari sejak proklamasi kemerdekaan, Presiden Soekarno telah membentuk jabatan Perdana Menteri dengan mengangkat Syahrir sebagai Perdana Menteri pertama dalam sejarah Indonesia merdeka. Sejak itu, sistem pemerintahan Republik Indonesia dengan diselingi oleh sejarah bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949, selalu menerapkan sistem pemerintahan parlementer atau setidaknya sistem pemerintahan campuran sampai terbentuknya pemerintahan Orde Baru. Sebagian terbesar administrasi pemerintahan yang dibentuk bersifat ‘dual executive’, yaitu terdiri atas kepala negara yang dipegang oleh Presiden dan kepala pemerintahan yang dipegang oleh Perdana Menteri atau yang disebut dengan istilah Menteri Utama atau pun dengan dirangkap oleh Presiden atau oleh Wakil Presiden. Dalam suasana praktik sistem parlementer itulah pada awal tahun 1946, Penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh Soepomo dan diumumkan melalui Berita Repoeblik pada bulan Februari 1946 memuat uraian tentang kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan yang kemudian disalah-pahami seakan dua jabatan yang dapat dibedakan satu sama lain sampai sekarang. Karena itu, sampai sekarang masih banyak sarjana yang beranggapan bahwa jabatan Sekretaris Negara adalah jabatan sekretaris Presiden sebagai kepala negara, sedangkan Sekretaris Kabinet adalah sekretaris Presiden sebagai kepala pemerintahan. Akibatnya muncul tafsir yang salah kaprah bahwa seakan-akan semua rancangan keputusan Presiden sebagai kepala negara harus dipersiapkan oleh Sekretariat Negara sedangkan rancangan keputusan Presiden sebagai kepala pemerintahan dipersiapkan oleh Sekretariat Kabinet. Padahal, dalam sistem pemerintahan presidential yang bersifat murni, yang ada adalah sistem ‘single executive’, di mana fungsi kepala negara dan kepala pemerintahan terintegrasi, tidak dapat dipisah-pisahkan dan bahkan tidak dapat dibedakan satu dengan yang lain. Dalam sistem presidential murni, keduanya menyatu dalam kedudukan Presiden dan Wakil Presiden. Keduanya tidak perlu dibedakan, dan apalagi dipisah-pisahkan. Namun demikian, sistem pemerintahan presidential yang dianut oleh UUD 1945 itu sendiri, sebelum reformasi, sebenarnya tidak bersifat murni. Salah satu prinsip penting dalam sistem presidential adalah bahwa tanggungjawab puncak kekuasaan pemerintahan negara berada di tangan Presiden yang tidak tunduk dan bertanggungjawab kepada parlemen. Misalnya, dalam sistem presidential Amerika Serikat, Presiden hanya bertanggungjawab kepada rakyat yang memilihnya melalui mekanisme pemilihan umum dan melalui kewajiban menjalankan tugas-tugas pemerintahan secara transparan dan akuntabel. Presiden Indonesia menurut UUD 1945 sebelum reformasi, harus bertunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang berwenang mengangkat dan memberhentikannya menurut undang-undang dasar. Presiden menurut UUD 1945 sebelum reformasi adalah mandataris MPR yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh MPR sebagaimana mestinya. Sifat pertanggungjawaban kepada MPR ini justru memperlihatkan adanya unsur parlementer dalam sistem pemerintahan presidential yang dianut. Karena dapat dikatakan bahwa sistem presidentil yang dianut bersifat tidak murni, bersifat campuran, atau ‘quasi-presidentil’. Inilah yang menjadi satu alasan mengapa UUD 1945 kemudian diubah pada masa reformasi. Karena itu, salah satu butir kesepakatan pokok yang dijadikan pegangan dalam membahas agenda perubahan pertama UUD 1945 pada tahun 1999 adalah bahwa perubahan undang-undang dasar dimaksudkan untuk memperkuat sistem pemerintahan presidential. Dengan perkataan lain, istilah memurnikan sistem presidential atau purifikasi sistem pemerintahan presidential sebagai salah satu ide yang terkandung dalam keseluruhan pasal-pasal yang diubah atau ditambahkan dalam rangka Perubahan Pertama (1999), Perubahan Kedua (2000), Perubahan Ketiga (2001) dan Perubahan Keempat (2002) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Struktur ketatanegaraan pasca amendemen UUD 1945 Sesudah reformasi, Presiden dan Wakil Presiden ditentukan oleh UUD 1945 harus dipilih secara langsung oleh rakyat. Peranan MPR untuk memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden dibatasi hanya sebagai pengecualian, yaitu apabila terdapat lowongan dalam jabatan presiden dan/atau wakil presiden. Pengucapan sumpah jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden memang dapat dilakukan di depan sidang paripurna MPR, tetapi pada kesempatan itu MPR sama sekali tidak melantik Presiden atau Wakil Presiden sebagai bawahan. MPR hanya mengadakan persidangan untuk mempersilahkan Presiden dan/atau Wakil Presiden mengucapkan sumpah atau janji jabatannya sendiri di depan umum. Dengan demikian, Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi berada dalam posisi tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR seperti masa sebelum reformasi, di mana oleh Penjelasan UUD 1945 ditegaskan bahwa Presiden harus bertunduk dan bertanggungjawab kepada MPR. Presiden adalah mandataris MPR yang mandate kekuasaannya sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh MPR. Sedangkan dalam sistem yang baru, Presiden hanya dapat diberhentikan oleh MPR melalui proses ‘impeachment’ yang melibatkan proses hukum melalui peradilan konstitusi di Mahkamah Konstitusi. Sekarang Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat dan karenanya tunduk dan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilihnya. Inilah ciri penting upaya pemurnian dan penguatan yang dilakukan terhadap sistem pemerintahan presidensial berdasarkan UUD 1945 pasca reformasi. Namun demikian, dalam praktik pada masa reformasi dewasa ini, sering timbul anggapan umum bahwa sistem presidential yang dianut dewasa ini masih beraroma parlementer. Bahkan ada juga orang yang berpendapat bahwa sistem pemerintahan yang sekarang kita anut justru semakin memperlihatkan gejala sistem parlementer. Jika pada masa Orde Baru, pusat kekuasaan berada sepenuhnya di tangan Presiden, maka sekarang pusat kekuasaan itu dianggap telah beralih ke DPR. Sebagai akibat pendulum perubahan dari sistem yang sebelumnya memperlihatkan gejala “executive heavy”, sekarang sebaliknya timbul gejala “legislative heavy” dalam setiap urusan pemerintahan yang berkaitan dengan fungsi parlemen. Legislatif Majelis Permusyawaratan Rakyat Keberadaan MPR yang selama ini disebut sebagai lembaga tertinggi negara itu memang telah mengalami perubahan yang sangat mendasar, akan tetapi keberadaannya tetap ada sehingga sistem yang dianut saat ini tidak dapat disebut sistem bikameral ataupun satu kamar, melainkan sistem tiga kamar (trikameralisme), perubahan-perubahan mendasar dalam kerangka struktur parlemen Indonesia itu memang telah terjadi mengenai hal-hal sebagai berikut. Pertama, susunan keanggotaan MPR berubah secara struktural karena dihapuskannya keberadaan Utusan Golongan yang mencerminkan prinsip perwakilan fungsional (functional representation) dari unsur keanggotaan MPR. Dengan demikian, anggota MPR hanya terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mencerminkan prinsip perwakilan politik (political representation) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang mencerminkan prinsip perwakilan daerah (regional representatif). Kedua, bersamaan dengan perubahan yang bersifat struktural tersebut, fungsi MPR juga mengalami perubahan mendasar (perubahan fungsional). Majelis ini tidak lagi berfungsi sebagai ‘supreme body’ yang memiliki kewenangan tertinggi dan tanpa kontrol, dan karena itu kewenangannyapun mengalami perubahan-perubahan mendasar.[2] Dewan Perwakilan Rakyat Berdasarkan ketentuan UUD 1945 pasca Perubahanan Keempat, fungsi legislatif berpusat di tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini jelas terlihat dalam rumusan pasal 20 ayat (1) yang baru yang menyatakan: “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang”. Selanjutnya dinyatakan: “setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu”. Kemudian dinyatakan pula” Presiden mengesahkan rancangan Undang-Undang yang telah mendapat disetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang” (ayat 4), dan “dalam hal rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak rancangan Undang-Undang tersebut disetujui, rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan”. Dewan Perwakilan Daerah Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah menurut ketentuan UUD 1945 pasca perubahan juga banyak dikritik orang. Lembaga ini semula didesain sebagai kamar kedua parlemen Indonesia pada masa depan. Akan tetapi, salah satu ciri bikameralisme yang dikenal di dunia ialah apabila kedua-dua kamar yang dimaksud sama-sama menjalankan fungsi legislatif sebagaimana seharusnya. Padahal, jika diperhatikan DPD sama sekali tidak mempunyai kekuasaan apapun dibidang ini. DPD hanya memberikan masukan pertimbangan, usul, ataupun saran, sedangkan yang berhak memutuskan adalah DPR, bukan DPD. Karena itu, keberadaan DPD di samping DPR tidak dapat disebut sebagai bikameralisme dalam arti yang lazim. Selama ini dipahami bahwa jika kedudukan kedua kamar itu di bidang legislatif sama kuat, maka sifat bikameralismenya disebut ‘strong becameralism’, tetapi jika kedua tidak sama kuat, maka disebut ‘soft becameralism’. Akan tetapi, dalam pengaturan UUD 1945 pasca perubahan Keempat, bukan saja bahwa struktur yang dianut tidak dapat disebut sebagai ‘strong becameralism’ yang kedudukan keduanya tidak sama kuatnya, tetapi bahkan juga tidak dapat disebut sebagai ‘soft becameralism’ sekalipun. DPD, menurut ketentuan pasal 22D (a) dapat mengajukan rancangan UU tertentu kepada DPR (ayat 1), (b) ikut membahas rancangan UU tertentu (ayat 2), (c) memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan UU APBN dan rancangan UU tertentu (ayat 2), (d) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu (ayat 3). Dengan kata lain, DPD hanya memberikan masukan, sedangkan yang memutuskan adalah DPR, sehingga DPD ini lebih tepat disebut sebagai Dewan Pertimbangan DPR, karena kedudukannya hanya memberikan pertimbangan kepada DPR. Eksekutif Pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 sering dikatakan menganut sistem presidensil. Akan tetapi, sifatnya tidak murni, karena bercampur baur dengan elemen-elemen sistem parlementer. Percampuran itu antara lain tercermin dalam konsep pertanggung-jawaban Presiden kepada MPR yang termasuk ke dalam pengertian lembaga parlemen, dengan kemungkinan pemberian kewenangan kepadanya untuk memberhentikan Presiden dari jabatanya, meskipun bukan karena alasan hukum. Kenyataan inilah yang menimbulkan kekisruhan, terutama dikaitkan dengan pengalaman ketatanegaraan ketika Presiden Abdurrahman Wahid diberhentikan dari jabatannya. Jawaban atas kekisruhan itu adalah munculnya keinginan yang kuat agar anutan sistem pemerintahan Republik Indonesia yang bersifat Presidensil dipertegas dalam kerangka perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Selain alasan yang bersifat kasuitis itu, dalam perkembangan praktik ketatanegaraan Indonesia selama ini memang selalu dirasakan adanya kelemahan-kelemahan dalam praktik penyelenggaraan sistem pemerintahan Indonsia berdasarkan UUD 1945. sistem pemerintahan yang dianut, dimata para ahli cenderung disebut ‘quasi presidentil’ atau sistem campuran dalam konotasi negatif, karena dianggap banyak mengandung distorsi apabila dikaitkan dengan sistem demokrasi yang mempersyaratkan adanya mekanisme hubungan checks and balances yang lebih efektif di antara lembaga-lembaga negara yang ada. Kerana itu, dengan empat perubahan pertama UUD 1945, khususnya dengan diadopsinya sistem pemilihan Presiden langsung, dan dilakukannya perubahan struktural maupun fungsional terhadap kelembagaan Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka anutan sistem pemerintahan Indonesia semakin tegas sebagai sistem pemerintahan Presidensil. Yudikatif Sebelum adanya Perubahan UUD, kekuasaan kehakiman atau fungsi yudikatif (judicial) hanya terdiri atas badan-badan pengadilan yang berpuncak pada mahkamah agung. Lembaga Mahkamah Agung tersebut, sesuai dengan prinsip ‘independent of judiciary’ diakui bersifat mendiri dalam arti tidak boleh diintervensi atau dipengeruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lainnya, terutama pemerintah. Prinsip kemerdekaan hakim ini selain diatur dalam Undang-Undang pokok kekuasaan kehakiman, juga tercantum dalam penjelasan pasal 24 UUD 1945 yang menegaskan bahwa kekuasaankehakiman tidak boleh dipengaruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lain. Namun, setelah perubahan ketiga UUD 1945 disahkan, kekuasaan kehakiman negara kita mendapat tambahan satu jenis mahkamah lain yang berada di luar Mahkamah Agung. Lembaga baru tersebut mempunyai kedudukan yang setingkat atau sederajat dengan Mahkamah Agung. Sebutannya adalah Mahkamah Konstitusi (constitutional court) yang dewasa ini makin banyak negara yang membentuknya di luar kerangka Mahkamah Agung (supreme court). Indonesia merupakan negara ke-78 yang mengadopsi gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri ini, setelah Austria pada tahun 1920, Italia pada tahun 1947 dan Jerman pada tahun 1948. Dalam perubahan ke tiga Undang-Undang Dasar, Mahkamah Konstitusi ditentukan memiliki lima kewenangan, yaitu: (a) melakukan pengujian atas konstitusionalitas Undang-Undang; (b) mengambil putusan atau sengketa kewenangan antar lembaga negara yang ditentukan menurut Undang-Undang Dasar; (c) mengambil putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum ataupun mengalami perubahan sehingga secara hukum tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden menjadi terbukti dan karena itu dapat dijadikan alasan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dari jabatannya; (d) memutuskan perkara perselisihan mengenai hasil-hasil pemilihan umum, dan (e) memutuskan perkara berkenaan dengan pembubaran partai politik Mahkamah Konstitusi beranggotakan 9 orang yang memiliki integritas, dan memenuhi persyaratan kenegarawanan, serta latar belakang pengetahuan yang mendalam mengenai masalah-masalah ketatanegaraan. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh anggotanya sendiri yang berasal dari 3 orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat, 3 orang yang ditentukan oleh Mahkamah Agung, dan 3 orang ditentukan oleh Presiden. Seseorang yang berminat untuk menjadi hakim konstitusi, dipersyaratkan harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. Dengan komposisi dan kualitas anggotanya yang demikian. Diharapkan bahwa Mahkamah Konstitusi itu kelak akan benar-benar bersifat netral dan independen serta terhindar dari kemungkinan memihak kepada salah satu dari ketiga lembaga negara tersebut. Badan Pemeriksa KeuanganBadan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga berkaitan dengan fungsi pengawasan khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan Negara. Karena itu, kedudukan kelembagaan Badan Pemeriksa Keuangan ini sesungguhnya berada dalam ranah kekuasaan legislatif, atau sekurang kurangnya berhimpitan dengan fungsi pengawasan yang dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan itu harus dilaporkan atau disampaikan kepada DPR untuk ditindak lanjuti sebagaimana mestinya. KewenanganDalam kaitannya dengan pemerintahan daerah, Pemerintah Indonesia merupakan pemerintah pusat. Kewenangan pemerintah pusat mencakup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneterdan fiskal, agama, serta kewenangan lainnya seperti: kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi strategis, konservasi dan standardisasi nasional. 2.2. Penerapan Sistem Ketatalaksanaan Pemerintahan Indonesia Untuk mendapatkan gambaran umum tentang sistem ketatalaksanaan pemerintahan, sangat perlu kiranya meninjau berbagai bentuk penerapan sistem ketatalaksanaan pemerintahan Indonesia terutama pada era Orde Baru, Era Reformasi hingga era pelaksanan otonomi daerah saat ini. Era Orde Baru Era tahun 1966 hingga 1998 merupakan era dimana penyelenggaraan pemerintahan tertumpu pada perbaikan dan perkembangan ekonomi oleh Orde Baru. Perlu kita akui meskipun DPR dan MPR kala itu tidak berfungsi efektif, aspirasi rakyat sering terabaikan dan tidak adilnya pembagian Pendapatan Asli Daerah yang berakibat pada melebarnya jurang pembangunan antara pusat dan daerah, akan tetapi Orde Baru telah berhasil mencapai perkembangan Gross Domestic Product (GDP) per kapita Indonesia sebesar US$ 1.000 pada tahun 1996, dua tahun sebelum bergulirnya Orde Baru. Selain itu, Orde Baru berhasil mencatat sejarah keberhasilan program transmigrasi, Keluarga Berencana (KB), memerangi buta aksara, swasembada pangan, pengangguran minim, sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk lokal hingga terwujudnya kestabilan politik dan keamanan dalam negeri. Kesuksesan-kesuksesan tersebutlah yang patut kita adopsi dan selalu relevan di tengah makin kompleksnya persoalan bangsa dewasa ini. Sementara itu, kegagalan-kegagalan yang dialami pemerintahan Orde Baru seperti semaraknya KKN, kesenjangan ekonomi dan sosial, tidak meratanya pembangunan pusat dan daerah, pelanggaran HAM, terkekangnya kebebasan individu dan pers, penggunaan kekerasan untuk keamanan hingga rendahnya kualitas birokrasi patut menjadi pelajaran berharga yang kemudian patut menjadi perhatian serius bagi seluruh aparatur pemerintah, kemudian mengintegrasikan kekuatan bangsa menuju terwujudnya agenda besar reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Era Reformasi Era reformasi yang ditandai dengan gerakan mahasiswa menggulirkan masa kejayaan Orde Baru pada tahun 1998 diikuti dengan perubahan-perubahan besar dalam sistem pemerintahan Indonesia. Meskipun Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan B.J. Habibie sebagai Presiden ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain, akan tetapi masa pemerintahan B.J. Habibie diawali kerjasama denganDana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Yang lebih penting adalah bahwa era reformasi berhasil melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi, liberalisasi parpol dan pencabutan UU Subversi. Era Otonomi Daerah Era otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Penerapan UU No. 32 tahun 2004 menutut bahwa pemerintah dilaksanakan berdasarkan atas asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam rangka desentralisasi, maka dibentuk dan disusun pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sebagai daerah otonom. Otonomi daerah membawa angin segar bagi daerah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu, melalui otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu meningkatan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, otonomi tersebut dititikberatkan pada kabupaten/kota karena kabupaten/kota berhubungan langsung dengan masyarakat. Sistem ketatalaksanaan pemerintahan di daerah melalui otonomi daerah berdasarkan pada beberapa alasan, yakni efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan; upaya pendidikan politik; pemerintahan daerah sebagai persiapan karier politik; dan mewujudkan stabilitas, kesetaraan dan akuntabilitas politik. Meskipun daerah diserahi kewenangan yang luas, akan tetapi daerah otonom memiliki hubungan yang sinergis dengan pemerintah dan antarpemerintahan daerah. Hubungan tersebut meliputi bidang keuangan, pelayanan umum dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Adapun hubungan pemerintah dengan pemerintah daerah yang perlu mendapat perhatian terkait dalam berbagai bidang, yakni : Satu, bidang keuangan, meliputi pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintah daerah, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah. Dua, bidang pelayanan umum, meliputi kewenangan dan tanggung jawab serta penentuan standar pelayanan minimal, pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah, dan fasilitasi pelaksanaan kerjasama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum. Tiga, bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, meliputi (a) kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budi daya dan pelestarian; (b) bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan (c) penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan. Suatu pemerintahan lokal menurut James Manor paling tidak memiliki 4 (empat) faktor, yaitu kekuasaan yang memadai agar mampu memberikan pengaruh yang juga memadai dalam sistem politik dan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, sumber-sumber keuangan yang memadai untuk dapat menjalankan tugas-tugas, kapasitas administrasi yang memadai, dan mekanisme-mekanisme akuntabilitaspertanggungjawaban yang bisa dipercaya. Selain faktor-faktor tersebut, dalam pelaksanaan pemerintahan daerah perlu diwaspadai beberapa hal terutama hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah yang diwarnai arogansi pemerintah daerah dalam pembuatan Peraturan Daerah (Perda), tindakan eksploitatif terhadap sumber daya &stakeholders demi penimbunan PAD tanpa memperhatikan kelestarian dan daya dukung alam, serta ketimpangan antardaerah berdasarkan polarisasi kaya-miskin. Penerapan konsep sistem ketatalaksanan pemerintahan di daerah diharapkan sedikit-banyak mengarahkan konsep pembangunan daerah yang terencana, inovatif, dan tentunya reformis. Sejauh ini, pencapaian ke arah tersebut memang sudah terlihat meskipun belum signifikan. Taksiran awal menunjukkan bahwa sebanyak hanya 5% dari seluruh provinsi dan kabupaten/kota mulai berinovasi dan melaksanakan reformasi birokrasi dalam pemerintah daerahnya. Hal ini sebagai bukti bahwa otonomi daerah memiliki dampak positif dalam skala lokal, regional, dan nasional. Pembangunan daerah tentu memiliki banyak aspek dan pekerjaan rumah yang menumpuk sehingga sulit bagi pemerintah daerah jika harus menggarap semua aspek dan jenis pembangunan. Untuk mengoptimalkan pembangunan daerahnya, pemerintah daerah wajib mencari daya pengungkit (leverage) yang berujung pada penentuan skala prioritas. Keberhasilan pembangunan daerah pada pokoknya menggunakan sejumlah pola leverage, yakni reformasi birokrasi pemerintah daerah, perluasan akses pendidikan bagi masyarakat dan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Dinamika ketatalaksanaan pemerintahan Tata laksana sistem pemerintahan yang baik merupakan seperangkat proses yang terjadi dalam organisasi baik swasta maupun pemerintah terutama dalam hal pengambilan keputusan. Meskipun tidak sepenuhnya menjamin segala sesuatu akan menjadi sempurna, akan tetapi jika dipatuhi secara baik, tata laksana pemerintahan yang baik mampu mengurangi penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Ketatalaksanaan pemerintahan berarti juga penataan kelembagaan dengan tujuan utama untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan manajemen pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/ kota agar lebih proporsional, efisien dan efektif. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi : Pertama, menyempurnakan sistem kelembagaan yang efektif, ramping, fleksibel berdasarkan prinsip-prinsip good governance. Kedua, menyempurnakan sistem administrasi negara untuk mempercepat proses desentralisasi. Ketiga, menyempurnakan tata laksana dan hubungan kerja antar lembaga, antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Keempat, menciptakan sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan efisien. Kelima, menyelamatkan dan melestarikan berbagai dokumen/arsip negara. Berbagai upaya reformasi birokrasi yang telah dilakukan melalui kegiatan yang rasional dan realistis dirasakan kurang memadai dan masih memerlukan berbagai penyempurnaan. Hal tersebut terkait dengan banyaknya permasalahan yang belum sepenuhnya teratasi. Dari sisi internal, berbagai faktor seperti demokrasi, desentralisasi dan internal birokrasi itu sendiri, masih berdampak pada tingkat kompleksitas permasalahan dan dalam upaya mencari solusi lima tahun ke depan. Sedangkan dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi juga akan kuat berpengaruh terhadap pencarian alternatif-alternatif kebijakan dalam bidang aparatur negara. Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan desentralisasi telah membawa dampak pada proses pengambilan keputusan kebijakan publik. Dampak tersebut terkait dengan, makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik; meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum; meningkatnya tuntutan dalam penyerahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan. Demikian pula, secara khusus dari sisi internal birokrasi itu sendiri, berbagai permasalahan masih banyak dihadapi. Permasalahan tersebut antara lain adalah: pelanggaran disiplin, penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan yang tinggi; rendahnya kinerja sumber daya aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan yang belum memadai; rendahnya efisiensi dan efektifitas kerja; rendahnya kualitas pelayanan umum; rendahnya kesejahteraan PNS; dan banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan. Sedangkan dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi merupakan tantangan sendiri dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Hal tersebut terkait dengan makin meningkatnya ketidakpastian akibat perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi dengan cepat; makin derasnya arus informasi dari manca negara yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan terjadinya kesenjangan informasi dalam masyarakat (digital divide). Perubahan-perubahan ini, membutuhkan aparatur negara yang memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang handal untuk melakukan antisipasi, menggali potensi dan cara baru dalam menghadapi tuntutan perubahan. Di samping itu aparatur negara harus mampu meningkatkan daya saing, dengan melakukan aliansi strategis untuk menjaga keutuhan bangsa. Menuju Ketatalaksanaan Pemerintahan yang Baik Berdasarkan berbagai landasan yang dikemukakan sebelumnya, maka ketatalaksanaan pemerintahan yang baik dimaksudkan untuk mewujudkan 3 (tiga) tujuan utama pemerintah, yakni reformasi birokrasi, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan penguatan etonomi lokal (otonomi daerah). Untuk mewujudkan 3 (tiga) agenda besar tersebut, solusi yang paling relevan untuk masyarakat Indonesia adalah penerapan aspek-aspek demokrasi dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Secara spesifik, ada 4 (empat) aspek pokok demokrasi yang terbukti sangat menentukan bagi perkembangan ekonomi dan sosial dalam jangka panjang, yaitu : Satu, sistem demokrasi yang stabil adalah penjamin terbaik bagi kestabilan politik, yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi dan investasi sektor swasta dalam jangka panjang. Dua, nilai-nilai demokrasi seperti transparansi dan akuntabilitas sangat penting bagi pemerintah yang efektif dan responsif dan bagi aktivitas ekonomi yang sejahtera dan efisien. Salah satu contohnya adalah krisis-krisis keuangan di Asia dan Rusia yang dialami pada tahun-tahun 1990-an. Tiga, regulasi yang baik dan tegas yang didukung oleh penegakan hukum harus ada jika bisnis ingin dikembangkan dalam ekonomi pasar. Empat, prosedur-prosedur pengambilan keputusan yang memungkinkan adanya partisipasi dan umpan balik dari sektor swasta, masyarakat sipil, partai-partai politik dan kelompok-kelompok warga negara lainnya harus dikembangkan. Tanpa sistem umpan balik dan akuntabilitas proses kepemerintahan, penyusunan anggaran dan aspek-aspek lain dari pelaksanaan pemerintahan sehari-hari akan putus hubungan dengan masyarakat dan kelompok-kelompok yang seharusnya dilayani. Sementara ada banyak isu dan pembaharuan yang dapat mendorong demokrasi yang berhasil, negara-negara yang berhasil dalam menangani empat tantangan pokok tersebut juga berhasil memenuhi keinginan dan aspirasi rakyat. Yang lebih utama adalah keberhasilan dalam menciptakan kesempatan-kesempatan ekonomi yang penting bagi pertumbuhan penduduk dan pengurangan kemiskinan. Selaiknya, negara yang gagal mengembangkan kepemerintahan yang demokratis mengalami berbagai stagnasi dan tidak mampu mengambil keuntungan dari berbagai banyak kesempatan yang ada. Sebuah demokrasi yang berhasil selalu memerlukan pemilihan umum yang bebas dan adil, warga negara yang termotivasi dan memperoleh informasi yang memadai, struktur-struktur partai politik yang dibangun dengan baik, media yang dinamis dan disiplin, masyarakat sipil (civil society) dan dukungan masyarakat bisnis. Untuk mewujudkan sebuah demokrasi yang berhasil di tingkat lokal, kekuatan aparatur perlu dikerahkan dan bersinergi dengan melibatkan kepentingan semua pihak (pemerintah, swasta dan masyarakat lokal) yang terlibat dalam upaya pencapaian tujuan otonomi daerah. Hasil rumusan Brynden dan kawan-kawan (1998) untuk keberhasilan pembangunan suatu masyarakat lokal yang melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat masih sangat relevan. Rumusan tersebut direalisasikan dengan mengupayakan pendidikan dan pelatihan bagi pihak-pihak tersebut terutama untuk penyamaan persepsi, penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat setempat, memberikan contoh-contoh konkrit yang bisa diterapkan dan dekat dengan kehidupan masyarakat, jujur dan terbuka dalam setiap tindakan dengan masyarakat, menjabarkan tujuan-tujuan ke dalam tugas-tugas yang mudah dicapai, pemberian penghargaan terhadap masyarakat atas keberhasilan yang dicapai, mengupayakan tersedianya berbagai sarana dan prasana yang mendukung masyarakat setempat untuk sadar informasi dan membangun tingkat adaptasi secara terus menerus untuk menghadapi perubahan-perubahan dan kebutuhan-kebutuhan baru. 2.3Lahirnya Era Reformasi di Indonesia A. Reformasi SECARA politik, reformasi menjadi pilihan ketika terjadi keseimbangan kekuasaan antara rezim kediktatoran (militer maupun sipil) dan kalangan oposisi. Rezim kediktatoran tak lagi sanggup memberangus oposisi, sementara pihak oposisi tak punya cukup kekuatan untuk melakukan revolusi yang bertujuan menggusur seluruh aparatus kekuasaan rezim lama. Dalam banyak kasus negara-negara yang menjalani transisi demokrasi, reformasi terbukti lebih menguntungkan aparatus rezim lama yang yang populer disebut ‘reformis gadungan.’ Lebih-lebih dalam era neoliberalisme, reformasi kemudian mengekspresikan dirinya sebagai sebuah rezim politik yang secara sengaja didesain untuk memuluskan bekerjanya kebijakan-kebijakan neoliberal. Dengan tetap eksisnya aparatus rezim lama yang memiliki sumberdaya berlebih dibandingkan oposisi, maka reformasi kemudian hanya bertujuan mengelola pergantian kekuasaan di antara para elite oligarki secara damai. Dalam kasus Amerika Latin, rezim yang lahir di masa reformasi ini disebut dengan nama ‘rezim neoliberal hasil pemilu/neoliberal-electoral regime.’ Dengan kemunculan rezim neoliberal hasil pemilu ini, maka keliru untuk mengatakan bahwa elite oligarkis atau kaum reformis gadungan telah membajak demokrasi. Yang sebenarnya terjadi, sistem demokrasi elektoral ini memang secara sengaja dirancang untuk mewadahi kepentingan kaum reformis gadungan itu. Inilah yang mendasari kenapa di era reformasi tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) gagal berfungsi efektif. Yang terjadi kemudian kaum reformisi gadungan tersebut malah mampu menyesuaikan diri dan kemudian memanfaatkan wacana good governance untuk memperkaya dirinya, keluarganya, dan kelompoknya, sekaligus menindas perlawanan rakyat akibat penerapan kebijakan neoliberal. Tetapi, apakah lantas kita mesti berpaling dari reformasi? Secara politik harus kita katakan Tidak. Reformasi, seterbatas apapun, adalah ruang dimana kita bisa mendesakkan program-program politik kita. Lebih dari itu, jika kita bisa ‘bekerja pintar dan cantik,’ maka reformasi juga memberi ruang bagi kita untuk memenangkan pertarungan kekuasaan. Pada titik ini, kita mesti memberi definisi baru pada reformasi ini. Sebagai sebuah tahapan dimana pergantian kekuasaan berlangsung secara gradualis, maka inti reformasi sesungguhnya ada pada pembangunan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Perkembangan lambat dan bertahap itu hanya bisa efektif jika ditopang oleh kualitas SDM yang mumpuni. Pada titik itu maka program pemerintahan reformis yang utama seharusnya fokus pada pembenahan sektor pendidikan dan kesehatan. Dengan kata lain, jika ingin membangun kualitas SDM yang baik, sehingga terjadi ‘revolusi mental,’ maka benahilah sistem pendidikan dan kesehatan secara radikal. Dalam kasus Indonesia, pemerintahan reformis pertama-tama harus membebaskan biaya pendidikan dan kesehatan pada semua tingkatan. Jangan lagi trilyunan anggaran negara digunakan untuk menalangi bank bermasalah. Berikan jaminan legal bahwa seluruh rakyat Indonesia bebas mengakses pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas tinggi. Hanya dengan program inilah maka keinginan untuk melakukan revolusi mental, menjadi masuk akal dan konkret. B. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi Banyak faktor yang mendorong timbulnya Reformasi pada masa pemerintahan orba, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, yaitu: a. Krisis Politik Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya: 1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia). 2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa. 3. Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya. 4. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. 5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis. b. Krisis Hukum Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasal 24 UUD 1945 yang menyatakan bahwa‘kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah(eksekutif). c. Krisis Ekonomi Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00 menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.00 per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. d. Krisis Sosial Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial. e. Krisis Kepercayaan Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan. C. Munculnya Gerakan Reformasi Reformasi adalah suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada ttahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum. Masalah yang sangat mendesak adalah upaya untuk mengatasi kesulitan masyarakat banyak tentang masalah kebutuhan pokok (sembako) dengan harga yang terjangkau oleh rakyat. Pada waktu itu, harga sembako rakyat sempat melejit tinggi, bahkan warga masyarakat harus antri untuk membelinya. Sementara itu, melihat situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin tidak terkendali, rakyat Indonesia menjadi semakin krisis dan menyatakan bahwa pemerintahan orde baru tidak terkendali menciptakan kehidupan masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, muncul gerakan reformasi yang bertujuan untuk memperbaharui tatanan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Beberapa agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa antara lain sebagai berikut. 1. Adili Soeharto dan kroni-kroninya. 2. Amandemen UUD 1945. 3. Penghapusan Dwi fungsi ABRI. 4. Otonomi daerah yang seluas-luasnya. 5. Supremasi hukum. 6. Pemerintahan yang bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). 2.4 Reformasi Birokrasi Kondisi birokrasi Indonesia di era reformasi saat ini bisa dikatakan belum menunjukan arah perkembangan yang baik, karena masih banyak ditemukan birokrat yang arogan dan menganggap rakyatlah yang membutuhkannya, praktik KKN yang masih banyak terjadi, dan mentalitas birokrat yang masih jauh dari harapan. Untuk melaksanakan fungsi birokrasi secara tepat, cepat, dan konsisten guna mewujudkan birokrasi yang akuntabel dan baik, maka pemerintah telah merumuskan sebuah peraturan untuk menjadi landasan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia, yaituPeraturan Presiden nomor 80 tahun 2011 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025. Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance dan melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahanterutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelangggaraan pemerintah dimana uang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan reformasi birokrasi adalah untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Adapun visi reformasi birokrasi yang tercantum dalam lembaran Grand design Reformasi Birokrasi Indonesia adalah “terwujudnya pemerintahan kelas dunia”. Visi tersebut menjadi acuan dalam mewujudkan pemerintahan kelas dunia, yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada abad ke 21 melalui tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025. Sedangkan Misi reformasi birokrasi Indonesia adalah : 1. Membentuk/ menyempurnakan peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. 2. Melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, mindset, dan cultural set. 3. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif. 4. Mengelola sengketa administrasi secara efektif dan efisien. Untuk mencapai visi dan misi serta tujuan dari reformasi birokrasi tersebut maka ditetapkan 8 (delapan) area perubahan dan hasil yang diharapkan meliputi seluruh aspek manajemen pemerintahan, seperti yang dikemukanan pada table dibawah ini : Dan dalam rangka mempercepat pencapaian hasil area perubahan refomasi birokrasi tersebut maka ditetapkanlah 9 (sembilan) Program Percepatan Reformasi Birokrasi. Program percepatan digunakan oleh seluruh instansi pemerintah untuk mendukung pelakansaan refomasi birokrasi di instansi masing-masing baik Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah. 9 Program percepatan reformasi birokrasi adalah sebagai berikut. 1. Penataan Struktur Organisasi Pemerintah 2. Penataan Jumlah dan Distribusi PNS 3. Pengembangan Sistem Seleksi dan Promosi Secara Terbuka 4. Peningkatan Profesionalisasi PNS 5. Pengembangan Sistem Pemerintahan Elektronik yang terintegrasi 6. Peningkatan Pelayanan Publik 7. Peningkatan Integritas dan Akuntabilitas Kinerja Aparatur 8. Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri 9. Peningkatan Efisiensi Belanja Aparatur Untuk penjelasan lengkap dari 9 program percepatan tersebut dapat dilihat pada posting Selanjutnya Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan program percepatan dan reformasi birokrasi tersebut maka ditentukan berdasarkan 3 (tiga) indikator utama, yakni Indeks Persepsi Korupsi, Peringkat Kemudahan Berusaha dan Jumlah Instansi Pemerintah yang Akuntabel. ________________________________________ Capaian Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2014. Download Peraturan Reformasi Birokrasi : • Perpres No. 81 Tahun 2011 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 • Permen PAN RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010 – 2014 • Permen PAN RB Nomor 7 tahun 2011 Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga • Permen PAN RB Nomor 8 tahun 2011 Pedoman Penilaian Dokumen Usulan dan Road Map Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga • Permen PAN RB Nomor 9 tahun 2011 Pedoman Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah • Permen PAN RB Nomor 10 tahun 2011 Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan • Permen PAN RB Nomor 11 tahun 2011 Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi • Permen PAN RB Nomor 12 tahun 2011 Pedoman Penataan Tatalaksana (Business Process) • Permen PAN RB Nomor 13 tahun 2011 Pedoman Pelaksanaan Quick Wins • Permen PAN RB Nomor 14 tahun 2011 Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) • Permen PAN RB Nomor 15 tahun 2011 Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Tunjangan Kinerja bagi Kementerian/Lembaga 2.5Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia Orde Baru dan Era Reformasi Salah satu muatan paling penting dari suatu undang-undang dasar (konstitusi) adalah bagaimana penyelenggaraan kekuasaan negara itu dijalankan oleh organ-organ negara. Organ atau lembaga negara merupakan subsistem dari keseluruhan sistem penyelenggaraan kekuasaan negara. Sistem penyelenggaraan kekuasaan negara menyangkut mekanisme dan tata kerja antar organ-organ negara itu sebagai satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan kekuasaan negara. Sistem penyelenggaraan kekuasaan negara menggambarkan secara utuh mekanisme kerja lembaga-lembaga negara yang diberi kekuasaan untuk mencapai tujuan negara. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum dan setelah perubahan mengandung beberapa prinsip yang memiliki perbedaan-perbedaan mendasar. Perubahan atas sistem penyelenggaraan kekuasaan yang dilakukan melalui perubahan UUD 1945, adalah upaya untuk menutupi berbagai kelemahan yang terkandung dalam UUD 1945 sebelum perubahan yang dirasakan dalam praktek ketatanegaraan selama ini. Karena itu arah perubahan yang dilakukan adalah antara lain mempertegas beberapa prinsip penyelenggaraan kekuasaan negara sebelum perubahan yaitu prinsip negara hukum (rechtsstaat) dan prinsip sistem konstitusional (constitutional system), menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada dan membentuk beberapa lembaga negara yang baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip-prinsip negara berdasar atas hukum. Perubahan ini tidak merubah sistematika UUD 1945 sebelumnya untuk menjaga aspek kesejarahan dan orisinalitas dari UUD 1945. Perubahan terutama ditujukan pada penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan masing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern. Dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia (terutama setelah amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika sistem pemerintahan di Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut antara lain, adanya pemilihan presiden langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran. Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik terhadap ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik, hukum, hak asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini dapat dilihat perbandingan model sistem pemerintahan negara republik Indonesia pada masa orde baru dan pada masa reformasi. 1. Masa Orde Baru (1966-1998) Orde baru lahir dengan diawali berhasilnya penumpasan terhadap G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965. Orde baru sendiri adalah suatu tatanan perikehidupan yang mempunyai sikap mental positif untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencapai suatu masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pembangunan di segala bidang kehidupan. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Orde Baru ingin mengadakan ‘koreksi total’ terhadap sistem pemerintahan Orde Lama. Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna mengamankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, untuk menegakkan RI berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah Kepres No. 1/3/1966 yang berisi pembubaran PKI, ormas-ormasnya dan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia serta mengamankan beberapa menteri yang terindikasi terkait kasus PKI. (Erman Muchjidin, 1986:58-59). Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Pada tahun 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Di dalam Penjelasan UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia pada era Orde baru, antara lain sebagai berikut : 1. Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat) Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. 2. Sistem Pemerintahan Presidensiil Sistem pemerintahan pada orde baru adalah presidensiil karena kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintah dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Tetapi dalam kenyataan, kedudukan presiden terlalu kuat. Presiden mengendalikan peranan paling kuat dalam pemerintahan. 3. Sistem Konstitusional Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya. Diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pada TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 urutannya adalah sebagai berikut : 1. UUD 1945 2. Ketetapan MPR 3. UU 4. Peraturan Pemerintah 5. Kepres 6. Peraturan pelaksana lainnya, misalnya Keputusan Menteri, Instruksi Menteri, Instruksi Presiden dan Peraturan Daerah. (Erman Muchjidin,1986:70-71). 4. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah: 1. Menetapkan Undang-Undang Dasar, 2. Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, 3. Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis. Presiden adalah “mandataris” dari Majelis yang berkewajiban menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis. 5. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya. 6. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukan Presiden dengan DPR adalah sejajar. Dalam hal pembentukan undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Presiden tidak dapat membubarkan DPR seperti dalam kabinet parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden. 7. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kapada DPR dan kedudukannya tidak tergantung dari Dewan., tetapi tergantung pada Presiden. Menteri-menteri merupakan pembantu presiden. 8. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti ia “diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR karena DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tarcela. 9. Sistem Kepartaian Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai, tetapi hanya ada 3 partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Secara faktual hanya ada 1 partai yang memegang kendali yaitu partai Golkar dibawah pimpinan Presiden Soeharto. 2. Masa Reformasi (1998-sekarang) Munculnya Era Reformasi ini menyusul jatuhnya pemerintah Orde Baru tahun 1998. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru". Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR: • Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945 • Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945 • Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945 • Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945 Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut : 1. Negara Indonesia adalah negara Hukum. Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3). Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi mansuia dan prinsip due process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur dalam bab IX yang berjumlah 5 pasal dan 16 ayat. (Bandingkan dengan UUD 1945 sebelum perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2 ayat). Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sedangkan badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. 2. Sistem Konstitusional Sistem Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check and Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun adalah sistem “check and balances”, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing. Atas dasar semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari “Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar oleh lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya dalam undang-undang dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan Presiden dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum. Pada era reformasi diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan sebanyak dua kali, yaitu : • Menurut TAP MPR III Tahun 2000: 1. UUD 1945 2. TAP MPR 3. UU 4. PERPU 5. PP 6. KeputusanPresiden 7. Peraturan Daerah • Menurut UU No. 10 Tahun 2004: 1. UUD 1945 2. UU/PERPU 3. PeraturanPemerintah 4. PeraturanPresiden 5. Peraturan Daerah 3. Sistem Pemerintahan Sistem ini tetap dalam frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem presidensial itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena melakukan perbuatan melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar. 4. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut :  Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.  Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.  Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD. 2. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD. Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2). Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Pada awal reformasi Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR (Pada Pemerintahan BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri untuk masa jabatan lima tahun. Tetapi, sesuai dengan amandemen ketiga UUD 1945 (2001) presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket. 6. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial. 7. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang (Pasal 17). 8. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3). 9. Sistem Kepartaian Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Tata laksana sistem pemerintahan yang baik merupakan seperangkat proses yang terjadi dalam organisasi baik swasta maupun pemerintah terutama dalam hal pengambilan keputusan. Meskipun tidak sepenuhnya menjamin segala sesuatu akan menjadi sempurna, akan tetapi jika dipatuhi secara baik, tata laksana pemerintahan yang baik mampu. Dan pada era reformasi tata laksanaan pemerintahan di Indonesia mengalami perubahan yang besar pada Indonesia dengan adanya reformasi birokrasi. Dengan memahami bagaimana tata kelolaan pemrintah Indonesia kita akan mengathui baigaimana sistem pemerintahan Indonesia pada era reformasi.Dan mengetahiui rekam jejak dan dapat perbandingan tata kelola pemerintah pada awal kemerdekaan hingga saat ini.dan bagaimana solusi dengan adanya reformasi birokrasi dengan tata kelola pemerinthan Indonesia pada era reformasi ini DAFTAR PUSTAKA Http://www.find-docs.com/tata-pemerintahan-indonesia.html http://www.phylopop.com/2010/06/dinamika-tata-laksana-pemerintahan-ri.html http://panmohamadfaiz.com/2007/03/18/sistem-ketatanegaraan-indonesia-pasca-amandemen/ http://www.find-docs.com/reformasi-birokrasi-pemerintahan-indonesia.html

contact person:081221803746

contact person:081221803746